SEMARANG || Penarealita.com - Sidang perkara Peninjauan Kembali (PK) terhadap terpidana I Nyoman Adi Rimbawan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Pada, Rabu (17/1/2024), diwarnai aksi pencabutan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jane Margaretha Handayani.
Pada kontra memori PK yang disampaikan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Noor Hayati SH, Sateno SH MH dan Efrita SH, JPU kembali mencoba menepis bukti baru (novum) berupa surat permohonan berisi keterangan saksi Jane Margaretha Handayani, yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 29 Oktober 2018, yang katanya tidak menjelaskan suatu keadaan yang baru.
Uniknya,untuk membantah atau mencabut keterangan saksi yang menjadi temuan baru tim penasehat hukum terpidana tersebut, JPU pada kontra memori PK-nya melampirkan surat salinan Akta Pernyataan Nomor 03 tanggal 7 Desember 2023 yang dibuat oleh Jane Margaretha Handayani di hadapan Notaris Yustiana Servada SH MKn.
Sebelumnya, pada surat keterangan tertanggal 29 Oktober 2018, saksi Jane yang merupakan mantan istri terpidana I Nyoman Adi Rimbawan menerangkan, bahwa terpidana hanya menjadi korban dari oknum-oknum keji yang menginginkan I nyoman harus mendekam di penjara atas perbuatan yang sangat di ketahui oleh jane bahwa I nyoman tidak pernah lakukan.
Bahkan, selama 2.5 tahun terpidana mendekam di balik jeruji besi, saksi Jane selalu memberikan dukungan moril kepada mantan suaminya itu agar kuat menjalani cobaan yang diterima.
Anehnya, surat keterangan yang pernah dibuatnya pada 29 Oktober 2018 tiba-tiba dicabut saksi sendiri setelah dalam rentang waktu lima tahun, tepatnya pada 7 Desember 2023 atau saat sidang PK masih berproses, dan setelah Jane bercerai dengan nyoman serta adanya upaya sengketa pengurusan harta gono gini.
Lantas apakah penyangkalan itu diamini Hakim ? Dalam hal ini pihak kuasa hukum I Nyoman Adi Rimbawan meminta hakim Mahkamah Agung RI yang menangani perkara tersebut dapat bersikap obyektif dan peka menggunakan analisis hukum secara jeli atas ke plin-planan Jane Margaretha Handayani, serta para saksi JPU yang dari awal mengikuti perkara ini berproses.
Pasalnya, dengan adanya surat pencabutan keterangan saksi Jane pada tanggapan memori PK itu, pihak JPU memohon majelis hakim Mahkamah Agung RI di Jakarta agar menolak permohonan PK tim penasehat hukum terpidana I Nyoman Adi Rimbawan.
Sementara itu, Menanggapi pencabutan keterangan saksi JPU, Jane Margaretha Handayani, tim kuasa hukum terpidana, I Nyoman Adi Rimbawan yang terdiri atas Zardi Khaitami SH, S Hidayat SH dan Akbar RT SH menilai aneh atas pencabutan surat keterangan saksi tersebut dan menilai jangan-jangan Jane malah sekarang berlaku sama seperti Tisa anaknya yang dulu ia memungkiri fakta-fakta yang dilakukan.
Apalagi, kata Akbar, majelis hakim pada sidang pertamanya jelas-jelas menolak secara tegas saat JPU mencoba menghadirkan mantan istri terpidana untuk memberikan kesaksiannya di depan persidang.
“Bukti keterangan saksi Jane dan Titisari wardani (novum-red) itu tidak bisa diubah-ubah seenaknya. Keterangan baru yang dibuat saksi tidak bisa menggugurkan keterangan yang dibuat sebelumnya. Artinya, keterangan yang terdahulu harus menjadi dasar atau alasan untuk menilai kebenaran suatu perkara,” kata Akbar.
Pencabutan keterangan saksi meringankan Jane margaretha handayani tersebut, lanjut Akbar, diduga terkait erat juga dengan banyaknya tekanan dan target kedepan oleh gerombolan mereka.
“Orang orang terdekat dari saksi inilah dengan segala caranya yang di duga menginginkan I Nyoman harus mendekam di penjara selama 18 tahun, yang kali ini ingin dilakukan melalui tangan Jane MH.”ujarnya.
Akbar menegaskan, jika saksi mencabut keterangan yang dibuatnya pada 29 Oktober 2018, hal itu sama saja dengan mempermainkan hukum.
Saksi bisa saja terjerat dengan ancaman pidana memberikan keterangan palsu dalam persidangan dan di hadapan penegak hukum.
“Saat meminta pertolongan polisi, saksi melalui keterangan tertulisnya dan bahkan TIsa sendiri serta Aryo Wardono mantan suami Jane yang terdahulu menyatakan didalam persidangan bahwa mereka sangat tertekan oleh sikap Dewi Kusuma atau ibu kandung Jene dalam kesehariannya sebelum mereka bercerai. Jene menyatakan hingga ia nyaris kehilangan kewarasan karena mendapat kekerasan verbal yang dilakukan ibu kandungnya. Sehenggi ia minta perlindungan polisi agar permasalahan hukum yang menimpa keluarganya (I Nyoman-red) yang sudah dijalani bersama selama 20 tahun sedang ditangani pihak kepolisian,” paparnya.
Lebih lanjut Akbar menjelaskan, kebenaran dari drama keluarga yang berujung dengan dipenjarakannya I Nyoman kini sepenuhnya menjadi kewenangan hakim Mahkamah Agung RI. Masalahnya, semua pihak yang berkepentingan dalam penanganan perkara ini, baik jaksa, penasehat hukum terpidana, dan panitera pengadilan, telah menandatangani berkas-berkas yang menjadi barang bukti masing-masing pihak.
“Semua berkas perkara belum diterima dan diteliti oleh majelis hakim MA. Dalam minggu-minggu ini, mungkin semua berkas segera dikirim ke MA,” jelasnya.
Dia menyakini bukti baru atau novum yang diajukan terpidana bisa diterima majelis hakim MA, mengingat bukti baru berupa surat keterangan saksi Jane yang diajukan tim penasehat hukum terpidana cukup valid.
“Kami tim kuasa hukum terpidana yakin jika hakim MA peka dengan perkara hukum ini maka kebenaran akan mencari jalannya sendiri dan I Nyoman bebas dari jeratan hukum yang diduga syarat dengan rekayasa atau peradilan sesat.” tandas Akbar.
Perlu diketahui, I Nyoman Adi Rimbawa di vonis 18 tahun penjara atas dugaan tindak pidana asusila atau pelecehan seksual terhadap anak tirinya sendiri, dan bersama tim kuasa hukum terpidana yang sudah mendekam di penjara Kedong Pane Semarang selama 5 tahun itu tetap getol mencari keadilan.(*)
Share This