BOJONEGORO || Penarealita.com – Komitmen terhadap pelestarian lingkungan terus diperkuat Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Sebanyak 87 sekolah dan 5 desa menerima Penghargaan Lingkungan Hidup dari Pemkab Bojonegoro melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Selasa (16/12/2025). Kegiatan penganugerahan digelar di Pendopo Malowopati, Kabupaten Bojonegoro.
Penghargaan ini diberikan kepada sekolah berpredikat Adiwiyata, serta desa yang berhasil menjalankan program Desa Berseri dan Program Kampung Iklim (Proklim). Selain sebagai bentuk apresiasi, kegiatan ini juga menjadi penguatan komitmen bersama dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, dimulai dari satuan pendidikan hingga tingkat desa.
Bupati Bojonegoro Setyo Wahono, usai menyerahkan penghargaan, menegaskan pentingnya menanamkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan sejak dini, khususnya di lingkungan sekolah. Menurutnya, peran guru sangat strategis karena tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga memberi teladan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
“Kita harus membiasakan anak-anak sejak awal untuk peduli lingkungan. Dan itu dimulai dari diri kita sendiri, dari kebiasaan kecil yang terus dilakukan,” ujarnya.
Bupati menekankan bahwa tanggung jawab menjaga lingkungan bukan semata tugas pemerintah, melainkan kewajiban seluruh lapisan masyarakat. Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini, lanjutnya, tak lepas dari perkembangan teknologi, meningkatnya kebutuhan manusia, serta perubahan pola hidup.
“Lingkungan bukan hanya urusan pemerintah. Seluruh rakyat punya kewajiban menjaga. Tantangan lingkungan saat ini dipengaruhi oleh teknologi, kebutuhan yang terus meningkat, dan pola hidup yang berubah,” tegasnya.
Ia juga menyinggung persoalan polusi, energi, dan emisi karbon sebagai dampak dari kemajuan teknologi yang belum sepenuhnya diimbangi kesadaran lingkungan. Oleh karena itu, Bupati mengajak seluruh pihak untuk tidak saling menyalahkan, melainkan fokus menyiapkan generasi masa depan yang lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Terkait tantangan global, pemanasan global dan perubahan iklim disebut sebagai isu serius yang berdampak pada cuaca ekstrem dan meningkatnya potensi bencana. Menurut Bupati, diperlukan langkah preventif dan aksi nyata, termasuk pemetaan kawasan rawan bencana serta kebijakan lingkungan yang tegas dan berkelanjutan.
Sinergi lintas sektor juga dinilai penting, terutama dalam pengelolaan lingkungan dan kebijakan perizinan. Salah satunya melalui kewajiban penanaman pohon pada pembangunan rumah dan kawasan perumahan sesuai luasan lahan. Isu sampah dan limbah pun menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus ditangani hingga tingkat desa.
“Saya mohon kepada Bapak-Ibu guru untuk membiasakan anak-anak mencintai lingkungan, hidup sehat, dan gemar menanam. Ini investasi penting untuk masa depan Bojonegoro,” pesannya.
Sementara itu, Kepala DLH Kabupaten Bojonegoro Luluk Afifah menyampaikan bahwa hingga tahun 2025, jumlah Sekolah Adiwiyata di Bojonegoro mencapai 292 sekolah, terdiri dari 236 sekolah tingkat kabupaten, 22 tingkat provinsi, 25 tingkat nasional, dan 9 sekolah Adiwiyata Mandiri. Khusus tahun ini, sebanyak 78 sekolah menerima penghargaan Adiwiyata.
Untuk program desa, total Desa Berseri dan Desa Proklim yang terakumulasi hingga 2025 mencapai 29 desa dan kelurahan. Dalam kegiatan ini, DLH juga memberikan reward berupa sarana pendukung lingkungan, seperti tempat sampah terpilah, komposter, dan bibit tanaman. Khusus Desa Berseri kategori Mandiri dan Madya, diberikan tambahan insentif berupa kendaraan roda tiga dari DLH Provinsi Jawa Timur.
Rangkaian acara ditutup dengan praktik pengomposan bersama yang dipimpin langsung oleh Bupati Bojonegoro sebagai tindak lanjut Surat Edaran Bupati tentang pengelolaan sampah. Praktik ini sekaligus menjadi simbol komitmen bersama antara pemerintah, sekolah, dan desa dalam pengelolaan sampah berkelanjutan.
Melalui penghargaan ini, Pemkab Bojonegoro berharap capaian yang diraih tidak berhenti sebagai simbol prestasi, melainkan mampu mendorong gerakan nyata dan berkelanjutan dalam menjaga lingkungan hidup di sekolah, desa, dan masyarakat luas.
Editorial : Muri